Tradisi Petek'an, tradsisi yang sangat tidak mendukung Seks bebas

Tradisi Petek'an, tradsisi yang sangat tidak mendukung Seks bebas
Indonesia selain dikenal sebagai paru-paru Bumi juga dikenal sebagai Negara yang banyak memiliki tradisi dan budaya, maka dari itu banyak wisatawan asing yang berkunjung ke Indonesia demi ingin melihat tradisi-tradisi yang ada di Indonesia, dan kita sebagai orang Indonesia seharusnya bangga dengan kekayaan yang dimiliki oleh Negara tercinta kita ini.

Bicara mengenai tradisi yang sangat bermacam-macam yang ada di Indonesia tercinta kita ini ada salah satu tradisi yang ada di Indonesia yang sangat menarik, kenapa menarik? Karena tradisi ini ada subuah tradisi yang sangat tidak mendukung dengan Seks bebas.

Petek’an ya itulah nama sebuah tradisi yang sampai sekarang masih terus di lestarikan oleh Desa Ngadas suku Tengger, Desa Ngadas adalah salah satu desa yang dihuni suku Tengger di kawasan Taman Nasional Bromo-Tengger-Semeru, Desa Ngadas sendiri terletak di kecamatan Poncokusumo, kabupaten Malang, dan di Desa Ngadas ini sebenarnya masih banyak tradisi yang sampai saat ini masih terus dilestarikan oleh warganya diantaralain seperti Upacara karo, Upacara Kasada, Entas-Entas, Unan-Unan, Upacara Kapat, Petek'an, Upacara Kawatu, dan lainnya, dan yang paling meraik adalah tradisi petek’an ini.

Suku Tengger diyakini sebagai masyarakat Jawa yang memelihara tradisi keagamaan yang diturunkan pada masa Majapahit, tak heran karena Suku Tengger sendiri memiliki leluhur yang dulunya adalah warga dari kerajaan Majapahit, yang mengungsi ke Pegunungan Tengger, didalam legendan menyebutkan pada awal abad ke-16 masehi, kerajaan Hindhu-Budha Majapahit jatuh ke tentara Kerajaan Islam, dan banyak  warga desa dari kerajaan Majapahit yang mengungsi ke Pegunungan Tengger, dan sampai sekrang dikenal dengan Suku Tengger.

Tradisi Petek'an, tradsisi yang sangat tidak mendukung Seks bebas

Nama tradisi Petek’an sendiri di ambil dari kata jawa yaitu petek yang artinya tekan atau ditekan, sesuai dengan namanya tradisi yang satu ini dilakukan dengan cara menekan perut seorang gadis dan janda  dari Desa Ngadas untuk pemeriksaan keperawanan dan kehamilan, khususnya bagi yang mereka yang berada pada usia subur. Petekan sebenarnya merupakan sebuah pemeriksaan keperawanan dan kehamilan, kalau dalam dunia medis lebih dikenal dengan istilah teknik palpasi. Teknik ini yang biasa digunakan bidan untuk mendeteksi keberadaan janin dalam perut. Pemeriksaan ini dilakukan oleh sebuah tim yang terdiri dari beberapa orang yang pengalaman dan berpengaruh di Desa Ngadas, dan tim yang menangani tradisi ini antara lain dukun bayi, ketua pemuda, ketua linmas, kepetengan (jogo boyo), dan legen (pembantu dukun adat). Dan tradisi Petek'an sendiri dilakukan sekali dalam tiga bulan.

Tradisi Petek'an, tradsisi yang sangat tidak mendukung Seks bebas

Tradisi ini sudah ada sejak lama tahun 1955 dan masih terus dilakukan sampai sekarang, karena tradisi ini merupakan bentuk kontrol sosial untuk mencegah seks bebas di kalangan masyarakat desa Ngadas, dan jika ada salah satu gadis atau janda yang kedapatan hamil maka akan dikenakan hukuman adat.

Dan hukum adat yang berlaku jika ada salah satu gadis atau janda yang hamil akan segera dicari tahu siapa yang menghamilinya, jika yang menghalimili adalah seorang laki-laki yang masih lajang atau belum menikah maka mereka akan langsung dinikahkan secara adat, tapi jika yang menghamili adalah seorang laki-laki yang sudah berkeluarga atau sudah menikah maka keduanya akan mendapat hukuman dipermalukan di desa.

Selain dinikahkan dan dipermalukan di desa para pelaku seks bebas ini juga masih dikenakan denda berupa semen, bagi yang dinihkan mereka harus membayar denda masing-masing 50 sak semen, dan jika salah salah satu pelaku telah memiliki berkeluarga atau sudah menikah, maka denda yang dibebankan lebih berat. Pelaku laki-laki didenda 100 sak semen. Sedangkan pelaku perempuan didenda 50 sak semen.

Didalam tradisi Petek’an ini membuktikan bahwa seks adalah hal yang sakral bagi masyarakat suku Tengger, selain itu masyarakan suku tengger percaya jika para mayarakat tidak bisa menjaga kesarlan seks tersebut maka bencana akan datang ke desa mereka, maka dari itu ritual ini sampai saat ini masih lestari dikawasan suku Tengger.
Share on Google Plus

About Unknown

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 komentar:

Posting Komentar

Tolong Patuhi Peraturan Berkomentar di Warung Campur
1. Berkomentarlah dengan Relevan
2. Dont Spam
3. No Porn dan Sara
4. Jika berkomentar dengan link tanpa relevan maka akan di hapus^^
5. Semua komentar pasti saya baca tapi tak semua bisa di balas